>

Rabu, 30 Mei 2018

Soal SMB Polban Terbaru!!

Siang sob, hari ini gue akan membagikan soal SMB Polban, sebagai referensi sobat-sobat yang ingin latihan soal buat SMB nanti. Latihan soal ini sangat penting sob, seperti kata postingan gue sebelumnya bahwa soal-soal SMB POLBAN itu dari tahun ke tahun engga berubah.
Ini gue dapet dari grup orda di Line:

Soal-soal SMB Polban REKAYASA dan NON REKAYASA


Soal SMB Rekayasa
2010 = bit.ly/smb_rekayasa2010
2011 = bit.ly/smb_rekayasa2011
2013 = bit.ly/smb_rekayasa2013
2014 = bit.ly/smb_rekayasa2014
2015 = bit.ly/smb_rekayasa2015
2016 = bit.ly/smb_rekayasa2016

Seluruh Soal SMB Rekayasa : bit.ly/smb_rekayasa

Non Rekayasa
2010 = bit.ly/smb_nonrekayasa2010
2011 = bit.ly/smb_nonrekayasa2011
2013 = bit.ly/smb_nonrekayasa2013
2014 = bit.ly/smb_nonrekayasa2014
2015 = bit.ly/smb_nonrekayasa2015
2016 = bit.ly/smb_nonrekayasa2016

Seluruh soal SMB non-rekayasa : bit.ly/smb_nonrekayasa

TO POLBAN
2012 = bit.ly/TOsmb_rekayasa2012

Sumber: Dinan Rangga Maulana - JTK Polban 15
Semoga Bermanfaat
Terima Kasih.
Selanjutnya >> - Soal SMB Polban Terbaru!!

Sabtu, 28 April 2018

Masih Mau Makan 'Gandum'?




  

   Produk mie instan adalah salah satu makanan cepat saji saat ini sudah tak asing bagi lidah masyarakat Indonesia, terutama mungkin sobat-sobat kosan yang sedang kelaparan.

     Kebutuhan mie instan di Indonesia terus melonjak naik. Berdasarkan data yang dihimpun World Instant Noodles Association (WINA), total konsumsi mie instan di Indonesia diperkirakan mencapai 14,8 miliar bungkus pada 2016. Angka ini meningkat dari konsumsi tahun sebelumnya, yakni 13,2 miliar bungkus. Selain itu, pada 2017 diproyeksikan akan kembali mengalami peningkatan hingga 16 miliar bungkus. 

       Namun tahukkah sobat, dengan mengkonsumsi mie instan, sobat telah membebani negara hingga mencapai 50 triliyun karena impor, pada tahun 2013 (Detik.com). Sebab, perlu sobat ketahui, bahan dari mie instan adalah tepung terigu, yang berasal dari tanaman gandum. Tanaman gandum adalah tanaman yang sangat sulit dibudidayakan di Indonesia karena kurangnya riset dan tanaman Gandum termasuk tanaman subtropis (Kompas.com).

     Fakta mengejutkan sob! tahun 2016 negara kita adalah negara IMPORTIR gandum kedua terbesar setelah Mesir (Tirto.id), dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, impor gandum sepanjang 2017 mencapai 11,4 juta ton. Volumenya meningkat 9% dibandingkan dengan realisasi 2016 yang sebesar 10,53 juta ton.

     Fakta lain yang menarik untuk perlu sobat ketahui, negara kita mengimpor gandum tertinggi dari negara ‘tetangga’ yaitu Australia. Menurut Data (BPS) 2016, Negara kita tercinta, Indonesia, telah mengimpor gandum dari Australia (3,5 juta ton), Ukraina (2,5 juta ton), lainnya (1,8 juta ton), Kanada (1,7 juta ton), dan Amerika Serikat (938,7 ribu ton).

     Selain dari mie instan, konsumsi gandum yang terus melonjak di Indonesia juga dari makanan lain, terutama ‘cemilan’ yang sobat sering makan menemani laprak dan ujian. Menurut Cookpad.com, sejumlah 157.107 jenis makanan yang dikonsumsi, berasal dari tepung terigu diantaranya mie instant, bakery, jajanan pasar hingga penjual gorengan.

     Menurut Prof. Dwi Andreas Santosa (Dosen ITSL IPB), Maraknya iklan di TV membuat pola konsumsi masyarakat bergeser ke gandum. Sehingga, tepung terigu yang terbuat dari singkong tersisihkan Hampir 100 persen. Selain itu, konsumsi pangan pokok kita (sekarang) hanya dua yaitu beras dan gandum, lainnya hilang dengan sendirinya. (rilis.id)

    Dari fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang berbahan tepung terigu, kita hanya terus menambah beban dan Hutang negara melalui impor gandum. 

      Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda pertanian yang bertanggung jawab atas ketahanan dan swasembada pangan nasional perlu melakukan diversifikasi terhadap pangan yang kita konsumsi. Jangan sampai kita terus membebani negara dengan mengkonsumsi pangan yang tidak dapat diproduksi oleh negara kita sendiri. Belajarlah sob, makan makanan yang lain tanpa tepung terigu, seperti yang berbahan kentang, umbi, singkong, sukun, dsb. agar membantu meringankan konsumsi negara ini. Kalau bukan kita sebagai generasi muda siapa lagi? Kalau bukan dibiasakan dari sekarang kapan lagi?

Sekian.
Terima kasih.
Selanjutnya >> - Masih Mau Makan 'Gandum'?

IMPOR BERAS : SOLUSI ATAU MERUGIKAN?



Indonesia merupakan negara kaya dengan Sumberdaya alamnya yang melimpah, bahkan ada lagu yang liriknya menyebutkan bahwa tongkat, kayu, dan batu sekalipun bisa jadi tanaman. Dengan kekayaan tersebut maka tak heran jika Indonesia dikategorikan sebagai negara agraris. Maka dengan begitu sudah semestinya Indonesia tak perlu lagi mengkhawatirkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pangan.
Namun belakangan ini masyarakat Indonesia sedang diguncang krisis dan inflasi akibat kenaikan harga kebutuhan pokok yang paling esensial yaitu beras. Menurut data BPS, pada minggu ke-2 Januari ini, kenaikan harga beras di pasar sudah naik sekitar 3%, dikategorikan mengkhawatirkan atau mencemaskan. Mengutip data foodstation.co.id, harga beras jenis IR per 11 Januari 2018 yaitu harga beras jenis IR 42 sebesar Rp 12.475, IR 64 I sebesar Rp 12.475, IR 64 II sebesar Rp 11.800, IR 64 III sebesar Rp 8.900.  Harga beras jenis IR itu meningkat bila dibandingkan per 11 Desember 2017. Harga beras jenis IR 42 masih di kisaran Rp 11.075, jenis IR 64 I sebesar Rp 10.925, IR 64 II sebesar Rp 10.200, IR 64 III sebesar Rp 7.800. Pada 11 Januari 2017, harga beras jenis IR 42 masih di kisaran Rp 11.000, jenis IR 64 I sebesar Rp 10.150, jenis IR 64 II sebesar Rp 9.100, IR 64 III sebesar Rp 8.150. (Liputan6.com)
Gambar 1. Kenaikan Harga Beras, Sumber : Foodstation.co.id
Operasi Pasar
Dalam menurunkan harga beras yang terus melonjak, hal pertama yang dilakukan pemerintah melalui kementerian perdagangan adalah operasi pasar, namun usaha ini tidak terlalu berdampak dalam penurunan harga.
“Langkah pertama yang kami lakukan adalah operasi pasar, yang dilakukan November dan Desember, dengan penetrasi ke pasar di daerah-daerah potensi rawan dari sisi konsumsi. Ternyata dampaknya enggak nendang dalam penurunan harga,” kata Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita (Tirto.id).
Bahkan, menurut seorang pedagang di pasar Induk Cipinang, operasi pasar gagal dijalankan lantaran kualitas beras Bulog dalam operasi pasar tidak terlalu bagus “Yang untuk operasi pasar kelas 3, harusnya kelas 1. Kelas 3 itu kualitasnya rendah, Harusnya yang bagus.” kata Hajiono pedagang pasar Induk Cipinang (Liputan6.com).

Perbedaan Data
Sementara itu, masyarakat dibuat bertanya-tanya dengan adanya permasalahan perbedaan data terjadi antara Kementerian perdagangan yang menyatakan kekurangan stok beras sehingga memutuskan impor dengan Kementerian Pertanian yang menyatakan surplus.
Menurut Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, mengatakan bahwa bulan Februari 2018-Maret 2018 merupakan masa panen raya, bahkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian tentang produksi padi, Januari 2018 produksi mencapai 4,5 juta ton dengan ketersediaan beras sebanyak 2,8 juta ton dan konsumsi beras masyarakat sebesar 2,5 juta ton. Artinya ada surplus beras sebesar 300.000 ton (Detik.com).

Penyebab Menurut Pengamat
Kenaikan harga beras ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama penyebab kenaikan yaitu data yang berbeda antara yang disampaikan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian soal stok beras. Seperti yang disampaikan Anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, mengatakan bahwa ada perbedaan data stok beras yang disampaikan Kemendag dan Kementan. "Data stok beras dari Kementan dan Kemendag harus didukung data akurat agar tidak menimbulkan potensi keliru,"(Jawapos.com).
Pendapat ini diperkuat oleh pengamat pertanian IPB Dwi Andreas, “Data Kementan tidak bisa dipercaya, kementan mengklaim surplus, kenyataan di lapangankan berbeda sekali, lalu sekarang ini harga naik sekali”. Dwi juga mengkritik pemerintah yang terkesan tutup mata dengan prediksi dan masukan dari para pengamat mengenai stok beras dan pangan lainnya. Para pengamat sudah menyampaikan untuk melakukan evaluasi data Kementan sejak tiga tahun lalu, tetapi tidak digubris. Akibatnya, harga beras diprediksi akan terus naik hingga Februari mendatang. (Republika.co.id)
Penyebab lain menurut Koordinator KRKP Said Abdullah, sudah terlihat indikasinya pada Februari – Oktober 2017 yaitu serangan hama wereng, virus kerdil di wilayah produksi tinggi seperti Subang, Indramayu, Cirebon, Karawang, Kebumen, Klaten, Cilacap, dan Bojonegoro sehingga stok berkurang. Serangan hama diperkirakan 30-35% berpengaruh pada ketersediaan beras nasional (Tirto.id).
Hal ini juga diperkuat kembali oleh pengamat pertanian IPB Dwi Andreas, Saat melakukan peninjauan bersama asosiasi bank benih tani ke sejumlah sentra padi pada Juli 2017, Dwi menemukan sedikitnya 400.000 hektare terkena hama.
“Berangkat dari situ, kami mengambil kesimpulan bahwa produksi beras pada 2017 itu akan lebih rendah ketimbang realisasi produksi pada 2016, dan perlahan-lahan harga beras akan naik,” ujarnya. Di sisi lain, pernyataan Kementan yang selalu mengatakan produksi beras surplus dan stok cukup, tanpa disertai data yang akurat, membuat pemerintah "telat" dalam mengeluarkan kebijakan impor beras (Tirto.id).
Selain harga, adanya gangguan produksi beras juga turut memengaruhi daya serap beras oleh Bulog. Sepanjang 2017, Bulog hanya menyerap 2,16 juta ton beras, atau 58 persen dari target sebesar 3,7 juta ton. Di awal tahun, stok beras di gudang-gudang Bulog hanya tersisa 950 ributon.

“Akibat serapan beras rendah, stok beras Bulog itu tinggal 900.000 ton. Dipotong operasi pasar, maka stoknya tinggal 300.000 ton, ini sudah terlampau tipis,” kata Oke Nurwan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag kepada Tirto (Tirto.id).
Dengan melihat data dari stok beras Bulog yang sudah tipis tersebut, akhirnya Kemendag mengambil keputusan untuk melakukan impor beras. Karena bagaimanapun, stok beras di Bulog harus tetap dijaga tetap aman sampai dengan panen selanjutnya.


Impor Beras
Pemerintah memutuskan mengimpor 500 ribu ton beras yang didatangkan dari Vietnam dan Thailand pada akhir Januari. Keputusan ini diambil sebagai upaya menutupi kebutuhan konsumsi sekitar 2,4 hingga 2,5 juta ton per bulan, serta menjaga stabilitas harga sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan (Tirto.id).
Pemerintah juga telah menugaskan Perum Bulog untuk bisa mengimpor beras 500.000 ton untuk menggantikan PT Perdagangan Indonesia (PPI). Hal itu sesuai dengan mandat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016.
Sebelumnya, yang akan diimpor pemerintah rencananya adalah beras khusus. Namun karena sesuai mandat Perpres No 48 Tahun 2016. Maka jenis beras yang diimpor adalah dalam bentuk beras umum dan premium.
"Jadi, ada pergantian bukan lagi PPI tapi ini beras umum dan beras putih dengan kepecahan 0-5% (premium) dan 0-25% (medium) lebih fleksibel dan lebih cepat," kata Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Detik.com).

Surplus Beras
Sementara itu, beberapa daerah di Indonesia mengklaim bahwa daerahnya mengalami surplus beras, dan tidak perlu dilakukan impor beras ke daerahnya.
Bahkan, Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo meminta pemerintah membatalkan rencana impor 500.000 ton beras. Sebab, tindakan tersebut bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan terhadap Perum Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
“Jika 500.000 ton beras saja, sebagaimana yang diputuskan Mendag, daerah lain bisa (pasok) lebih dari 500.000. Sumatera Selatan saja surplus 1 juta ton. Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah juga surplus,” ujar Edhy.
Sejumlah daerah di Jawa menolak untuk menerima beras impor dari pemerintah. Pasalnya, dalam satu atau dua bulan mendatang akan terjadi panen raya, sehingga stok beras berlimpah.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo mempersilakan pemerintah melaksanakan kebijakan impor 500.000 ton beras dari Vietnam dan Thailand untuk memperkuat cadangan beras nasional. Namun, ujarnya, stok beras di Jatim aman karena masih surplus.
Dikatakan, Jatim masih surplus 200.000 ton pada akhir 2017. Sementara, produksi Januari 2018 sebanyak 295.000 ton dengan konsumsi 297.000 ton, maka hanya minus 2.000 ton. “Artinya, sekarang kita masih terdapat stok 198.000 ton dari surplus 2017,” ujar Soekarwo.
Penolakan terhadap kebijakan impor beras juga disampaikan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Dia menyatakan, daerahnya tidak perlu menerima beras impor, karena stok beras hingga kini masih cukup aman. Ganjar mengatakan, beberapa daerah penghasil beras di Jawa Tengah dalam waktu dekat akan panen. (Beritasatu.com)

Klarifikasi dan Komitmen Pemerintah
Pemerintah melalui Wakil Presiden dan Mendag melakukan klarifikasi tujuan impor dan komitmen pada petani atas semua kritikan dan teguran dari pengamat serta anggota DPR. Menurut Mendag, ada dua komitmen yang akan dijalankan bersamaan saat kebijakan impor beras itu terlaksana.
"Jadi, impor beras untuk kepentingan stabilisasi harga dan ketersediaan stok yang tujuannya agar harga kembali normal," kata Mendag Enggar di hadapan anggota Komisi VI.
Sedangkan komitmen berikutnya adalah jaminan pemerintah menyerap beras hasil produksi petani dalam negeri melalui Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog).
"Tidak usah ada kekhawatiran dari petani kalau ada panen tidak terserap. Panen berapapun, akan dibeli oleh Bulog," tutur Enggar.
Banyak pertanyaan dari anggota Komisi VI mengenai kenapa Indonesia harus impor beras, dan dari mana hitungan jumlah beras yang diimpor sebesar 500.000 ton. Enggar menjelaskan, tidak ada yang bisa menjamin bahwa Maret 2018 sudah panen raya.
Dari data terakhir, cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog tidak mencapai standar ideal di angka 1 sampai 1,5 juta ton. Enggar mencatat, sampai Rabu (17/1/2018) kemarin, stok beras public service obligation (PSO) Perum Bulog hanya 854.947 ton. Agar menjaga CBP tetap ada, maka diambil keputusan impor beras 500.000 ton sebagai langkah antisipasi.
Ketika beras impor tiba di Indonesia, tidak akan langsung dilepas ke pasar, melainkan masuk ke dalam stok beras dan disimpan di gudang Bulog.
"Ini antisipasi supaya harga beras menjelang bulan puasa dan Lebaran bisa turun," tutur Enggar. (Kompas.com)
Komitmen ini diperkuat wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa keputusan pemerintah mengimpor 500.000 ton beras dari Vietnam dan Thailand dilakukan karena kebutuhan. Ia memastikan harga beras yang akan beredar nanti akan dijaga seusai harga patokan sehingga tetap melindungi produksi beras para petani dalam negeri.
"Kita kan ada harga patokan. Kalau di atas harga patokan, maka bulog harus menjual (untuk menurunkan harga). Karena stok sekarang kurang, maka impor dulu baru jual. Kalau turun harganya, maka dia (Bulog) membeli (beras dari petani)," Menurut Kalla. (Kompas.com)

Impor Menurut Pengamat
Menurut pengamat pertanian IPB Dwi Andreas, Keputusan pemerintah untuk melakukan impor beras sebanyak 500.000 ton dinilai sangat terlambat. Pasalnya, keran impor dibuka saat mendekati musim panen raya yakni Maret mendatang.
Andreas menjelaskan, harusnya mempertimbangkan opsi impor dilakukan pemerintah sejak bulan Juli 2017. Pasalnya, kata dia, masa-masa itu sudah terlihat mulai terjadinya pengurangan gabah di petani, bahkan penggiling-penggiling gabah kecil sudah tak mendapat pasokan.
"Enggak perlu ditakutkan mengancam swasembada karena ketika masuk disimpan dulu aja (jadi CBP), nanti terjadi guncangan harga dengan segera simpanan tersebut bisa digunakan. Tidak akan ganggu program swasembada atau apapun lainnya, kan disimpan, gada masalah sama sekali," jelasnya.
Dia pun menegaskan, tak ada yang salah untuk pemerintah melakukan impor beras. Terlebih lagi stok beras sudah menunjukkan pengurangan sejak 3 tahun terakhir.
"Impor itu ga masalah, disimpan buat CBP. Stok Bulog ini 3 tahun terakhir stoknya terus menurun, daya serap menurun tiap tahun. Kenapa? Karena ada gangguan diproduksi, kalau produksi berlimpah, stok bulog berlimpah pastinya," pungkasnya. (Okezone.com)

Berdasarkan kutipan beberapa artikel tersebut, dapat disimpulkan beberapa penyebab kenaikan harga beras yaitu :
1.    Tata niaga pemerintah yang buruk.
2.    Permainan dari beberapa oknum (menimbun beras).
3.    Manajemen distribusi yang buruk.
4.    Data yang kurang akurat dari pemerintah.
5.  Penurunan produksi akibat hama penyakit (hama wereng), cuaca yang tidak menentu di daerah sentra produksi.
6. Kurangnya kesiapan pemerintah menghadapi masa paceklik dan dalam melakukan intervensi terhadap pasar.

Sobat, sebagai kaum generasi muda yang semestinya jadi tonggak kemajuan suatu bangsa, kita seharusnya peka terhadap keadaan sekitar terutama masalah yang negara kita alami. Kaum muda terutama mahasiswa adalah seorang 'agen of change' yang dapat mengubah kondisi buruk suatu negara seperti masa orde baru. 

Kenaikan beras dan impor beras yang terjadi di di awal tahun 2018 adalah bentuk nyata bobroknya swasembada pangan di negara kita. Ketahanan pangan yang memiliki definisi mencukupi pangan dengan produksi sendiri seperti belum terwujud. Nawa Cita bapak Jokowi yang selama ini menuju ke swasembada pangan masih belum terwujud. Produksi pangan yang hampir swasembada mendadak 'drop' dengan impor dari negara lain.

Ini semua bukan tanpa penyebab sobat, kebobrokan mental negara kita yang menciptakan semuanya. Cerita orang-orang tua dan dosen yang terus menerus berkata negara kita bisa jadi negara adidaya, jika jepang yang mengelolanya, tentu bukan suatu kebohongan. Tetapi mental kitalah yang tidak bisa mewujudkan itu semua. Kejadian manipulasi data akibat tekanan pada tiap lini birokrat di Indonesia salah penyebabnya, sehingga data BPS sampai saat ini tidak dapat dipercaya, metode yang salah dan manipulasi data yang telah dilakukan menunjukkan negara kita yang bobrok. Ilmu yang selama ini dituntut di perguruan tinggi sepertinya nihil tiada hasil, sosok manajemen birokrasi yang menekan pada negara ini membuat semuanya berantakan. Revolusi mental yang memang harus diwujudkan.

Tetapi apakah revolusi mental itu sudah terwujud?
Tanda tanya besar bagi presiden kita yang selalu memboomingkan revolusi mental
Apakah itu suatu perkataan tanpa tindakan?

Oleh karena itu, marilah kawan sebagai kaum intelektual yang seharusnya oposisi pemerintah 'pengingat pemerintah', kita harus kritis dan peka terhadap keadaan sekitar terutama kebijakan-kebijakan pemerintah, jangan tinggal diam, melainkan lakukan yang terbaik. Tuntut pemerintah, jadi  oposisi, dan bela masyarakat yang terdiskriminasi.

Sekian.
Terima kasih



Sumber :
BPS: Kenaikan Harga Beras Tahun Ini Sangat Mencemaskan –Liputan6.com
Harga Beras Naik, Data Produksi Surplus Kementan Dikritik –Republika.co.id
Impor Beras Disarankan Untuk Cadangan Pemerintah –okezone.com
Ini Diduga Penyebab Harga Beras Naik Di Berbagai Daerah –Jawapos.com
Pro-Kontra Impor Beras: Data Kemendag dan Kementan Berbeda –tirto.id
Kualitas Jelek, Beras Operasi Pasar Gagal Turunkan Harga –Liputan6.com
Polemik Impor Beras, antara janji Jokowi dan data tidak akurat –tirto.id
Fokus: Kalau Benar Surplus Kenapa Impor? –Beritasatu.com
Janji Mendag Impor Beras Tak Akan Rugikan Petani –Kompas.com
Indonesia Impor 500.000 Ton, Wapres Sebut Stok Beras Kurang –Kompas.com

Bukan Beras Khusus, Ini Jenis Yang Akan di Impor Bulog –Detik.com
Selanjutnya >> - IMPOR BERAS : SOLUSI ATAU MERUGIKAN?