Operasi Pasar
Dalam menurunkan harga
beras yang terus melonjak, hal pertama yang dilakukan pemerintah melalui
kementerian perdagangan adalah operasi pasar, namun usaha ini tidak terlalu
berdampak dalam penurunan harga.
“Langkah pertama yang
kami lakukan adalah operasi pasar, yang dilakukan November dan Desember, dengan
penetrasi ke pasar di daerah-daerah potensi rawan dari sisi konsumsi. Ternyata
dampaknya enggak nendang dalam penurunan harga,” kata Menteri Perdagangan,
Enggartiasto Lukita (Tirto.id).
Bahkan, menurut seorang
pedagang di pasar Induk Cipinang, operasi pasar gagal dijalankan lantaran
kualitas beras Bulog dalam operasi pasar tidak terlalu bagus “Yang untuk
operasi pasar kelas 3, harusnya kelas 1. Kelas 3 itu kualitasnya rendah,
Harusnya yang bagus.” kata Hajiono pedagang pasar Induk Cipinang (Liputan6.com).
Perbedaan Data
Sementara itu,
masyarakat dibuat bertanya-tanya dengan adanya permasalahan perbedaan data
terjadi antara Kementerian perdagangan yang menyatakan kekurangan stok beras
sehingga memutuskan impor dengan Kementerian Pertanian yang menyatakan surplus.
Menurut Menteri
Pertanian, Amran Sulaiman, mengatakan bahwa bulan Februari 2018-Maret 2018
merupakan masa panen raya, bahkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian
Pertanian tentang produksi padi, Januari 2018 produksi mencapai 4,5 juta ton
dengan ketersediaan beras sebanyak 2,8 juta ton dan konsumsi beras masyarakat
sebesar 2,5 juta ton. Artinya ada surplus beras sebesar 300.000 ton (Detik.com).
Penyebab Menurut Pengamat
Kenaikan harga beras
ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama penyebab kenaikan yaitu
data yang berbeda antara yang disampaikan Kementerian Perdagangan dan
Kementerian Pertanian soal stok beras. Seperti yang disampaikan Anggota
Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, mengatakan bahwa ada perbedaan data
stok beras yang disampaikan Kemendag dan Kementan. "Data stok beras dari
Kementan dan Kemendag harus didukung data akurat agar tidak menimbulkan potensi
keliru,"(Jawapos.com).
Pendapat ini diperkuat
oleh pengamat pertanian IPB Dwi Andreas, “Data Kementan tidak bisa dipercaya,
kementan mengklaim surplus, kenyataan di lapangankan berbeda sekali, lalu
sekarang ini harga naik sekali”. Dwi juga mengkritik pemerintah yang terkesan
tutup mata dengan prediksi dan masukan dari para pengamat mengenai stok beras
dan pangan lainnya. Para pengamat sudah menyampaikan untuk melakukan evaluasi
data Kementan sejak tiga tahun lalu, tetapi tidak digubris. Akibatnya, harga
beras diprediksi akan terus naik hingga Februari mendatang. (Republika.co.id)
Penyebab lain menurut
Koordinator KRKP Said Abdullah, sudah terlihat indikasinya pada Februari –
Oktober 2017 yaitu serangan hama wereng, virus kerdil di wilayah produksi
tinggi seperti Subang, Indramayu, Cirebon, Karawang, Kebumen, Klaten, Cilacap,
dan Bojonegoro sehingga stok berkurang. Serangan hama diperkirakan 30-35%
berpengaruh pada ketersediaan beras nasional (Tirto.id).
Hal ini juga diperkuat
kembali oleh pengamat pertanian IPB Dwi Andreas, Saat melakukan peninjauan
bersama asosiasi bank benih tani ke sejumlah sentra padi pada Juli 2017, Dwi
menemukan sedikitnya 400.000 hektare terkena hama.
“Berangkat dari situ, kami mengambil kesimpulan bahwa produksi beras pada 2017
itu akan lebih rendah ketimbang realisasi produksi pada 2016, dan
perlahan-lahan harga beras akan naik,” ujarnya. Di sisi lain, pernyataan
Kementan yang selalu mengatakan produksi beras surplus dan stok cukup, tanpa
disertai data yang akurat, membuat pemerintah "telat" dalam
mengeluarkan kebijakan impor beras (Tirto.id).
Selain harga, adanya
gangguan produksi beras juga turut memengaruhi daya serap beras oleh Bulog.
Sepanjang 2017, Bulog hanya menyerap 2,16 juta ton beras, atau 58 persen dari
target sebesar 3,7 juta ton. Di awal tahun, stok beras di gudang-gudang Bulog
hanya tersisa 950
ributon.
“Akibat serapan beras rendah, stok beras Bulog itu tinggal 900.000 ton.
Dipotong operasi pasar, maka stoknya tinggal 300.000 ton, ini sudah terlampau
tipis,” kata Oke Nurwan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag kepada Tirto (Tirto.id).
Dengan melihat data
dari stok beras Bulog yang sudah tipis tersebut, akhirnya Kemendag mengambil
keputusan untuk melakukan impor beras. Karena bagaimanapun, stok beras di Bulog
harus tetap dijaga tetap aman sampai dengan panen selanjutnya.
Impor Beras
Pemerintah memutuskan
mengimpor 500 ribu ton beras yang didatangkan dari Vietnam dan Thailand pada
akhir Januari. Keputusan ini diambil sebagai upaya menutupi kebutuhan konsumsi
sekitar 2,4 hingga 2,5 juta ton per bulan, serta menjaga stabilitas harga
sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan (Tirto.id).
Pemerintah juga telah
menugaskan Perum Bulog untuk bisa mengimpor beras 500.000 ton untuk
menggantikan PT Perdagangan Indonesia (PPI). Hal itu sesuai dengan mandat
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016.
Sebelumnya, yang akan
diimpor pemerintah rencananya adalah beras khusus. Namun karena sesuai mandat
Perpres No 48 Tahun 2016. Maka jenis beras yang diimpor adalah dalam bentuk
beras umum dan premium.
"Jadi, ada
pergantian bukan lagi PPI tapi ini beras umum dan beras putih dengan kepecahan
0-5% (premium) dan 0-25% (medium) lebih fleksibel dan lebih cepat," kata
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, di Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian (Detik.com).
Surplus Beras
Sementara
itu, beberapa daerah di Indonesia mengklaim bahwa daerahnya mengalami surplus
beras, dan tidak perlu dilakukan impor beras ke daerahnya.
Bahkan, Ketua Komisi IV
DPR Edhy Prabowo meminta pemerintah membatalkan rencana impor 500.000 ton
beras. Sebab, tindakan tersebut bertentangan dengan Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan terhadap Perum Bulog dalam
Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
“Jika 500.000 ton beras
saja, sebagaimana yang diputuskan Mendag, daerah lain bisa (pasok) lebih dari
500.000. Sumatera Selatan saja surplus 1 juta ton. Sulawesi Selatan dan Jawa
Tengah juga surplus,” ujar Edhy.
Sejumlah daerah
di Jawa menolak untuk menerima beras impor dari pemerintah. Pasalnya, dalam
satu atau dua bulan mendatang akan terjadi panen raya, sehingga stok beras
berlimpah.
Gubernur Jawa Timur
Soekarwo mempersilakan pemerintah melaksanakan kebijakan impor 500.000 ton
beras dari Vietnam dan Thailand untuk memperkuat cadangan beras nasional.
Namun, ujarnya, stok beras di Jatim aman karena masih surplus.
Dikatakan, Jatim masih
surplus 200.000 ton pada akhir 2017. Sementara, produksi Januari 2018 sebanyak
295.000 ton dengan konsumsi 297.000 ton, maka hanya minus 2.000 ton. “Artinya,
sekarang kita masih terdapat stok 198.000 ton dari surplus 2017,” ujar
Soekarwo.
Penolakan terhadap
kebijakan impor beras juga disampaikan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Dia menyatakan, daerahnya tidak perlu menerima beras impor, karena stok beras
hingga kini masih cukup aman. Ganjar mengatakan, beberapa daerah penghasil
beras di Jawa Tengah dalam waktu dekat akan panen. (Beritasatu.com)
Klarifikasi dan Komitmen Pemerintah
Pemerintah melalui
Wakil Presiden dan Mendag melakukan klarifikasi tujuan impor dan komitmen pada
petani atas semua kritikan dan teguran dari pengamat serta anggota DPR.
Menurut Mendag, ada dua
komitmen yang akan dijalankan bersamaan saat kebijakan impor beras itu
terlaksana.
"Jadi, impor beras
untuk kepentingan stabilisasi harga dan ketersediaan stok yang tujuannya agar
harga kembali normal," kata Mendag Enggar di hadapan anggota Komisi VI.
Sedangkan komitmen
berikutnya adalah jaminan pemerintah menyerap beras hasil produksi petani dalam
negeri melalui Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog).
"Tidak usah ada
kekhawatiran dari petani kalau ada panen tidak terserap. Panen berapapun, akan
dibeli oleh Bulog," tutur Enggar.
Banyak pertanyaan dari
anggota Komisi VI mengenai kenapa Indonesia harus impor beras, dan dari mana
hitungan jumlah beras yang diimpor sebesar 500.000 ton. Enggar menjelaskan,
tidak ada yang bisa menjamin bahwa Maret 2018 sudah panen raya.
Dari data terakhir,
cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog tidak mencapai standar ideal di
angka 1 sampai 1,5 juta ton. Enggar mencatat, sampai Rabu (17/1/2018) kemarin,
stok beras public service obligation (PSO) Perum Bulog hanya 854.947 ton. Agar
menjaga CBP tetap ada, maka diambil keputusan impor beras 500.000 ton sebagai
langkah antisipasi.
Ketika beras impor tiba
di Indonesia, tidak akan langsung dilepas ke pasar, melainkan masuk ke dalam
stok beras dan disimpan di gudang Bulog.
"Ini antisipasi
supaya harga beras menjelang bulan puasa dan Lebaran bisa turun," tutur
Enggar. (Kompas.com)
Komitmen ini diperkuat
wakil Presiden Jusuf
Kalla mengungkapkan bahwa keputusan pemerintah mengimpor 500.000 ton
beras dari Vietnam dan Thailand dilakukan karena kebutuhan. Ia memastikan harga
beras yang akan beredar nanti akan dijaga seusai harga patokan sehingga tetap
melindungi produksi beras para petani dalam negeri.
"Kita kan ada
harga patokan. Kalau di atas harga patokan, maka bulog harus menjual (untuk
menurunkan harga). Karena stok sekarang kurang, maka impor dulu baru jual.
Kalau turun harganya, maka dia (Bulog) membeli (beras dari petani),"
Menurut Kalla. (Kompas.com)
Impor Menurut Pengamat
Menurut pengamat
pertanian IPB Dwi Andreas, Keputusan pemerintah untuk melakukan impor
beras sebanyak 500.000 ton dinilai sangat terlambat. Pasalnya, keran impor
dibuka saat mendekati musim panen raya yakni Maret mendatang.
Andreas menjelaskan,
harusnya mempertimbangkan opsi impor dilakukan pemerintah sejak bulan Juli
2017. Pasalnya, kata dia, masa-masa itu sudah terlihat mulai terjadinya
pengurangan gabah di petani, bahkan penggiling-penggiling gabah kecil sudah tak
mendapat pasokan.
"Enggak perlu
ditakutkan mengancam swasembada karena ketika masuk disimpan dulu aja (jadi
CBP), nanti terjadi guncangan harga dengan segera simpanan tersebut bisa
digunakan. Tidak akan ganggu program swasembada atau apapun lainnya, kan
disimpan, gada masalah sama sekali," jelasnya.
Dia pun menegaskan, tak
ada yang salah untuk pemerintah melakukan impor beras. Terlebih lagi stok beras
sudah menunjukkan pengurangan sejak 3 tahun terakhir.
"Impor itu ga
masalah, disimpan buat CBP. Stok Bulog ini 3 tahun terakhir stoknya terus
menurun, daya serap menurun tiap tahun. Kenapa? Karena ada gangguan diproduksi,
kalau produksi berlimpah, stok bulog berlimpah pastinya,"
pungkasnya. (Okezone.com)
Berdasarkan kutipan beberapa artikel tersebut, dapat disimpulkan beberapa
penyebab kenaikan harga beras yaitu :
1. Tata niaga pemerintah yang buruk.
2. Permainan dari
beberapa oknum (menimbun
beras).
3. Manajemen distribusi
yang buruk.
4. Data yang kurang akurat dari pemerintah.
5. Penurunan produksi akibat hama
penyakit (hama wereng), cuaca yang tidak menentu di daerah sentra
produksi.
6. Kurangnya kesiapan pemerintah menghadapi
masa paceklik dan dalam melakukan intervensi terhadap pasar.
Sobat, sebagai kaum generasi muda yang semestinya jadi tonggak kemajuan suatu
bangsa, kita seharusnya peka terhadap keadaan sekitar terutama masalah yang
negara kita alami. Kaum muda terutama mahasiswa adalah seorang 'agen of change'
yang dapat mengubah kondisi buruk suatu negara seperti masa orde baru.
Kenaikan beras dan impor beras yang terjadi di di awal tahun 2018 adalah bentuk
nyata bobroknya swasembada pangan di negara kita. Ketahanan pangan yang
memiliki definisi mencukupi pangan dengan produksi sendiri seperti belum
terwujud. Nawa Cita bapak Jokowi yang selama ini menuju ke swasembada pangan
masih belum terwujud. Produksi pangan yang hampir swasembada mendadak 'drop'
dengan impor dari negara lain.
Ini semua bukan tanpa penyebab sobat, kebobrokan mental negara kita yang
menciptakan semuanya. Cerita orang-orang tua dan dosen yang terus menerus
berkata negara kita bisa jadi negara adidaya, jika jepang yang mengelolanya,
tentu bukan suatu kebohongan. Tetapi mental kitalah yang tidak bisa mewujudkan
itu semua. Kejadian manipulasi data akibat tekanan pada tiap lini birokrat di
Indonesia salah penyebabnya, sehingga data BPS sampai saat ini tidak dapat
dipercaya, metode yang salah dan manipulasi data yang telah dilakukan
menunjukkan negara kita yang bobrok. Ilmu yang selama ini dituntut di perguruan
tinggi sepertinya nihil tiada hasil, sosok manajemen birokrasi yang menekan
pada negara ini membuat semuanya berantakan. Revolusi mental yang memang harus
diwujudkan.
Tetapi apakah revolusi mental itu sudah terwujud?
Tanda tanya besar bagi
presiden kita yang selalu memboomingkan revolusi mental
Apakah itu suatu
perkataan tanpa tindakan?
Oleh karena itu, marilah kawan sebagai kaum intelektual yang seharusnya oposisi
pemerintah 'pengingat pemerintah', kita harus kritis dan peka terhadap keadaan
sekitar terutama kebijakan-kebijakan pemerintah, jangan tinggal diam, melainkan
lakukan yang terbaik. Tuntut pemerintah, jadi oposisi, dan bela
masyarakat yang terdiskriminasi.
Sekian.
Terima kasih